Sabtu, 18 Mei 2019

Tahapan Perkembangan Anak Usia Dini



Tahap-Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Dini


Kalian tahu tidak, bahwa tahapan perkembangan seorang anak itu sangat penting dan kita sebagai orangtua harus tau tentang bagaimana perkembangan anak-anaknya.  Orangtua pasti pernah dengar istilah “usia emas” yang dikaitkan pada perkembangan anak? Ya, dalam kata inilah, yang sangat lekat hubungannya dengan apa yang terjadi pada setiap tahapan di masa anak usia dini. Karena di masa inilah, anak belajar dan terbentuk untuk menjadi pribadi seperti apa di masa depan.
Dapat kita ketahui  Parenting Club secara umum adalah  anak usia dini yang merujuk  pada anak-anak berusia 0-8 tahun. Diusia itu menyebut PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun atau dikenal “usia emas”. 
Sementara ruang lingkup usia dini meliputi, bayi (0-1 tahun), balita (2-3 tahun), kelompok bermain (3-6 tahun) dan usia sekolah awal (6-8 tahun). Di usia-usia inilah anak sangat membutuhkan stimulasi sesuai kelompok usia dan kemampuannya.
Nah dari yang kita bahas tadi kita perlu mengetahui tahapan perkembangan anak, terutama para orangtua yang harus tau tentang pentingnya mengetahui tahapan perkembangan anak usia dini mulai dari fisik, kognitif, bahasa, emosi dan sosial.
Apa maksudnya tahapan perkembangan anak usia dini mulai dari fisik, kognitif, bahasa, emosi dan sosial?
Fisik
      
Fisik
         Dapat kita pahami fisik merupakan apapun yang tampak pada tubuh. Perkembangan fisik anak usia dini berfokus pada pertambahan berat, tinggi, otak serta keterampilan motorik kasar dan halus. Motorik kasar bisa berupa kemampuan anak untuk bergerak, melompat, berlarian. Ini utamanya terjadi pada anak usia 4-5 tahun yang kian bertambah kekuatannya seiring usia. Sementara motorik halus berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan fisik yang lebih melibatkan otot kecil dan koordinasi pada mata dan tangan. Misalnya melipat dan merobek kertas, menjumput, mengupas dan sebagainya.
Kognitif
       Kira-kira kalian tahu tidak, apa ya yang di maksud kognitif itu? Jean Piaget, seorang Profesor Psikologi dari Universitas Geneva, Swiss, dalam Teori Perkembangan Kognitif (Cognitive theory) menyatakan bahwa, anak-anak sebetulnya memiliki cara berpikir layaknya orang dewasa. Setidaknya ada empat tahap perkembangan kognitif yang dibagi Piaget dalam 4 tahap.

       Pertama, tahap sensorimotor (usia 0-24 bulan) makna dari tahap adalah masa anak masih memiliki gerak refleks yang terbatas. Ia belum bisa mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Tak heran bila Anda sering merasa bingung ketika anak usia ini rewel sedangkan anak pun tidak dapat menjelaskan apa yang mengganggunya.
       Kedua, tahap praoperasional (2-7 tahun), makna dari tahap ini adalah anak sudah mulai dapat menerima rangsangan tapi masih terbatas. Meski masih cenderung egois, kemampuan bahasa dan kosakatanya yang kian berkembang membantu anak untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan dan kebutuhannya. Di sinilah orangtua perlu berusaha lebih keras untuk memahaminya sekaligus mengarahkannya pada hal atau kebiasaan yang baik.
       Kemudian tahap operasional konkret (7-11 tahun), pada tahap ini anak sudah bisa berpikir logis dan sudah mengerti konsep rasional. Selanjutnya, tahap operasional formal (mulai 11 tahun) nah pada tahap ini anak mulai memasuki fase remaja hingga siap untuk menghadapi realita dunia pada masa dewasa.

Bahasa     
          Bahasa merupakan sarana kita berkomunikasi, dengan menggunakan bahasa kita dapat menyampaikan informasi kepada orang lain. Pada masa prasekolah, perkembangan bahasa anak mulai berkembang pesat. Bahasa bisa anak dapatkan dari pengalaman dirinya ataupun lingkungannya.
       Dalam sebuah sumber menyebut, anak usia 3 tahun umumnya telah mampu mengetahui setidaknya 300 kata. Jumlah itu tidak menutup kemungkinan berkembang menjadi 1.500 kata pada usia 4 tahun, dan mencapai 2.500 kata pada usia 5 tahun.
       Mari kita bantu anak dengan melatih keterampilan bahasanya ini dengan kegiatan membaca bersama, mengajaknya ngobrol dan mengajukan banyak pertanyaan. Contohnya: Apa yang paling kamu sukai dari kebun binatang? Apakah kamu merasa senang saat kita melihat gajah tadi? Bisakah kamu menyebutkan apa-apa saja yang tadi kita lihat di sana?

Sosio-Emosional
      
     Perlu kita ketahui bersama, istilah “sosio” itu sendiri berasal dari kata “sosial” yang memiliki arti “berhubungan dengan, lingkungan, komunikasi dengan masyarakat, membentuk sikap peduli sesama” sedangkan emosional berasal dari kata “emosi” yang memiliki arti “ungkapan perasaan”. Perkembangan sosio-emosional dapat kita pahami merupakan perkembangan dari segi sosial yakni pergaulan dan tindakan serta emosional yang berkaitan dengan perasaan. Hal itu dapat dipahami dengan contoh berikut, seorang anak yang pada awalnya menangis karena berebut mainan dengan temannya seiring perkembangan sosio-emosionalnya kemudian ia akan dengan mudah memberikan mainannya kepada temannya yang lain dengan maksud berbagi mainan. Perkembangan pada anak usia dini sebetulnya telah dimulai sejak bayi dilahirkan. Misalnya, secara emosional bayi mulai menghentakkan kaki ketika merasa senang, melempar barang ketika marah dan sebagainya. Kemudian seiring perkembangan usia dan kedekatan bayi dengan orang dewasa, akan menjadikan mereka esmakin siap menghadapi lingkungan sosialnya.
       Anak usia dini umumnya memiliki rasa ingin tahu besar, unik, suka imaginasi dan fantasi, egois, dan konsentrasi yang relatif pendek. Itulah mengapa, seringkali pembelajaran pada anak usia dini lebih efektif disampaikan dengan melibatkan kegiatan atau permainan interaktif.
       Itulah tahap perkembangan pada anak pada usia dini yang perlu diketahui oleh orang tua, apalagi orang tua yang baru memiliki anak pertamanya. Memahami anak sesuai dengan tugas perkembangannya sangatlah penting bagi para orang tua. Mengapa begitu? Karena dengan memahami anak dengan baik, orang tua akan mampu menyesuaikan pola asuh serta cara mendidik yang lebih efektif untuk anak sesuai dengan tugas perkembangan anak seusianya. Demikian artikel ini, semoga bermanfaat…..

Dafrtar Pustaka
      Tri Ratnaningsih, dkk. 2017. BUKU AJAR (Teori dan Konsep) TUMBUH KEMBANG DAN STIMULASI Bayi, Toddler, Pra Sekolah, Usia Sekolah dan Remaja. Sidoarjo: Indomedia Pustaka

Read More

Pentingnya Pendidikan Karakter pada Masa Kanak-kanak


  

            Hey pasti dari kalian sudah mengenal lebih dalam apa itu parenting, bagaimana saja tips & trick dalam melakukan parenting. Tentunya mendengar kata parenting sudah tidak asing lagi, bahkan ketika mengetikan di google tentang parenting banyak di muat dengan relativitas pandangan masing-masing, kita sebagai orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anak, oleh karena itu pemilihan metode parenting yang sesuai dengan anak adalah kekuatan untuk menciptakan anak dengan karakter yang kita inginkan. Pada artikel kali ini kita akan membahas pentingnya pendidikan karakter pada anak, mari kita lanjut ke inti pembahasan.
            Apa sih yang dimaksud masa kanak kanak? Masa kanak-kanak dimulai dari usia 2 sampai 6 tahun untuk bisa kita berikan pendidikan karakter  dan  masa kanak-kanak juga disebut
masa-masa keemasannya atau yang kita kenal dengan sebutan fase Golden Age, karena pada
masa ini perkembangan fisik serta psikis anak mulai berkembang serta mampu merespon
stimulus yang ada di lingkungannya. Secara biologis, jadi bisa dikatakan pada masa ini anak
berkembang secara pesat namun dalam hal sosiologis masih memerlukan arahan dari
lingkungan terutama pada posisi keluarga, karena keluarga merupakan tonggak pertama bagi
sang anak dalam berperilaku. Masa ini juga merupakan dasar bagi anak dalam mengembangkan
kemampuan motorik, kognitif, bahasa, sosioemosi, bahkan dalam hal beragama juga moral.
            Seorang tokoh psikologi Jean Piaget mengemukakan bahwa tahap perkembangan anak usia dini pada masa umur 0 sampai 2 tahun meliputi tahap sensorik serta motorik dimana pada tahap ini anak mulai melakukan peniruan dan mengingat terhadap hal-hal yang ada disekitarnya entah dalam konotasi baik maupun buruk. Sedangkan pada usia 2 sampai 7 tahun merupakan tahap pra
operasional, pada tahap ini terjadi perkembangan kemampuan dalam bahasa, berfikir secara
simbolik, menggunakan logikanya meskipun masih bersangkutan dengan pandangan orang
lain. Pada masa keemasannya inilah penting bagi keluarga dalam mengembangkan karakter
kepribadian pada diri anak, seperti yang sering kita dengar di masyarakat “bahwa buah jatuh
tidak jauh dari pohonnya” semboyan itulah yang terkadang menjadikan penilaian baik
buruknya sikap anak tergantung dari hasil didikan orang tua. Meskipun si anak berasal dari
keluarga baik-baik kalaupun karakter yang terbentuk pada anak buruk tetap saja akan
menumbuhkan keburukan bagi si orang tua juga keluarganya. Sehingga penting bagi kita dalam
mengembangkan karakter pada anak, karena pada masa itu juga anak belum mengerti baik
buruknya hal yang di contohkan oleh orang tuanya bahkan dampak si anak melakukannya
sehingga kita mudah untuk mengimplementasikan pendidikan karakter sejak sedini mungkin.

            Di Indonesia sendiri bisa kita lihat bahwa dalam sekolah misalnya saja, penilaian
terhadap seorang siswa selalu dilihat dari nilai yang ia dapat meskipun si anak bandel bahkan
sering bolos dalam kelas apabila dalam setiap tugas yang diberikan oleh gurunya mendapatkan

nilai baik maka ia akan diluluskan dalam kata lain ia akan naik kelas. Disitulah kita lihat bahwa
karakter anak bahkan tidak dilihat sama sekali. Sampai parahnya yang sering terjadi di
lingkungan kita adalah pembulian dimana banyak kasus bullying terhadap sesama teman yang
menimbulkan traumatis bahkan lebih jauhnya melakukan bunuh diri. Inilah problematika dalam pendidikan karakter anak sehingga terkadang banyak orang tua yang mengedepankan akademis dibanding penanaman karakter, nilai, moral, budi pekerti, dan etika yang baik. Namun bukankah kita mahluk sosial? Bukankah kita perlu untuk menjalin hubungan baik dengan sesamanya? Bukankah kemampuan bersosial juga sangat penting di lingkungan kerja dan rumah tangga anak kedepannya? Bukankah alangkah baiknya kita jaga keseimbangan anak dalam (IQ) intelegent quotient, (EQ) emotional quotient, (SQ) spiritual quotient, dan (AQ) adversity quotient? Mari kita mulai bangun kembali generasi bangsa yang memiliki bekal dalam segala aspek karena menurut kami para penulis Indonesia saat ini mengalami degradasi dalam hal moral, attitude, budi perkerti, sopan santun, ramah, dll.
            Pendidikan karakter meliputi pendidikan mengenai nilai, budi pekerti, moral serta
watak yang bertujuan mengembangkan pemikiran serta sikap anak dalam menangani baik
buruknya tindakan yang ia lakukan serta mewujudkan kebaikan-kebaikan dalam
kehidupannya. Karakter pada diri seseorang sangat erat kaitannya dengan lingkuangan serta
kelompok (teman sebaya) dalam kehidupan sehari-harinya. Selain itu juga, terdapat faktor yang
mempengaruhi karakter anak seperti adanya faktor bawaan dimana itu merupakan gen dari
kedua orang tuanya, berikutnya faktor lingkungan itu sendiri, serta yang terakhir tempat tinggal
si anak tersebut. Apabila si anak berasal dari keluarga baik-baik dan lingkungan yang ia dapat
juga baik namun apabila ia tinggal di tempat yang mempunya pengaruh buruk bagi si anak
akan mempengaruhi karakter yang terbentuk.
            Perkembangan moral misalnya, perkembangan ini melibatkan pikiran, perasaan, serta
tindakan mengenai aturan serta kebiasaan saat ia melakukan interaksi terhadap orang lain. Jean
Piaget mempelajari bagaimana anak-anak menangani permasalahan seperti mencuri,
berbohong, serta keadilan. Ia menyimpulkan bahwa pemikiran mengenai moral anak dicapai
dengan 2 tahap yaitu moralitas heteronom dan moralitas otonom. Moralitas heteronom
menyatakan bahwa dalam pikiran anak-anak, keadilan dan aturan-aturan merupakan sifat-sifat
dunia yang tidak dapat berubah. Sedangkan, moralitas otonom menyatakan bahwa anak-anak
mulai menyadari bahwa aturan yang ada memerlukan si anak untuk mempertimbangkan
tindakannya serta konsekuensi yang akan ia terima.
           
    Keluarga, yups pasti pembaca banyak yang setuju bahwa keluarga adalah menjadi yang utama dalam membentuk karakter sang anak mulai dari penciptaan kondisi keluarga yang kondusif bagi sang anak, seperti tidak bertengkar di depan anak, menghindari pembicaraan yang kurang baik dll.  Dukungan serta edukasi yang memiliki penjelasan yang mampu diterima oleh sang anak. Kita tidak boleh hanya melarang, mengarahkan namun kita juga harus memberikan unsur edukasi bagi sang anak. Pada periode masa kanak-kanak juga biasa disebut dengan play stage dimana anak lebih aktif berekspolasi dengan permainan dalam hal ini dukungan dan naungan dari orang tua diperlukan, bukankah banyak orang tua yang masih salah menilai anak kecil bermain adalah hal yang kurang baik? Biarkanlah anak bereksplorasi, bila perlu ajak anak ke taman bermain yang dimana memungkinkan anak memiliki interaksi dengan orang lain dan mengajarkan anak terhadap suatu fenomena-fenomena yang terjadi. Seperti menolong teman yang terjatuh, berbagi makanan ataupun minuman yang dimili sang anak, banyak hal kecil yang akan membentuk anak memiliki karakter yang kuat dan pendirian yang teguh. Karena karakter yang kuat inilah yang memilimalisir efek determinasi oleh lingkungan. Tentunya para orang tua sekalian tidak ada yang ingin ketika kita membentuk karakter anak sudah baik dan ketika anak berada di lingkungan yang kurang baik jadi terbawa bukan?
            Melalui PAUD yang merupakan sebuah lingkup pendidikan yang menjadi sarana untuk
mengembangkan karakter anak setelah orang tua dapat dijadikan pilihan bagi para orang tua
yang ingin menambah wawasan bagi si anak. Dalam PAUD, anak bukan hanya diajak bermain
ataupun menyanyi saja melainkan juga akan diajarkan contoh-contoh pengalaman ataupun
kejadian yang diterapakan oleh gurunya dan melatih si anak untuk berperilaku sesuai norma di
lingkungannya. Adapun strategi khusus dalam mengembangkan karakter si anak dalam lingkup
PAUD seperti melalui media permainan atau musik misalnya, kedua, mengembangkan panca
indera yang dimilikinya guna agar si anak mampu membedakan kondisi yang dialaminya,
ketiga, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dan yang terakhir dengan

memberi kesempatan bagi si anak untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai serta norma
yang sudah ia peroleh. Namun hal ini juga menjadi pertentangan ada yang setuju namun tidak sedikit juga yang menolak adanya PAUD. Dari pandangan kami sebagai penulis lebih setuju bahwa keluarga adalah pembentuk utama karakter anak, dan anak usia dini membutuhkan pendampingan orang tua sepenuhnya, alangkah baiknya orang tua peka dan tidak memaksakan kehendak sang anak untuk berada di PAUD, dan apabila sang anak memang nyaman berada di lingkup PAUD orang tua disarankan untuk memberikan pendampingan sepenuhnya dan kami mohon untuk “Jangan menjadikan PAUD sebagai tempat penitipan anak dibalik kesibukan yang anda miliki”.
          Organisasi, pasti banyak yang setuju bahwa organisasi adalah salah satu factor dalam membentuk karakter sang anak? Kenapa tidak kita ajarkan anak untuk berorganisasi sedini mungkin? Seperti membentuk organisasi yang beranggotakan anggota keluarga, saudara dan lain-lain. Dari hal ini kita ajarkan anak bagaimana leadership, bagaimana organisasi berfungsi, dll. Dari hal ini anak bisa kita beri penugasan, tanggungjawab, rasa disiplin, dan mengajarkan anak untuk menanamkan self management sejak dini. Dari sini orang tua sebagai ketua organisasi tidak disarankan untuk memili pola pemimpin yang diktator, namun leadership dari orang tua serta edukasi akan membuat anak lebih paham dan mengerti akan hal yang kita ajarkan.
            Pembekalan ilmu sosial, untuk mengondisikan siswa berlatih dan membiasakan diri konsisten dalam berperilaku sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dipahami. Untuk itu, siswa dibiasakan agar terampil, interpretatif, dan mampu mengkomunikasikan gagasan yang dimiliki. Kita untuk membentuk karakter anak sedari dini karena apabila kita salah dalam membentuk karakter anak di masa mendatang si anak akan sulit dalam menempatkan dirinya disaat ia mendapat kesulitan. Sekian mungkin sedikit hal yang dapat penulis bagikan mari kita ajak para orang tua untuk lebih aware dalam belajar parenting & semoga bermanfaat.
Sumber:

Read More

Jumat, 17 Mei 2019

Mengenal Karakteristik Anak dan Cara Pola Pengasuhan Yang Tepat Untuk Anak



 Hallo ……
 Lagi cari informasi tentang anak ya J kebetulan disini kami membahas tentang karakteristik anak serta pola asuh yang baik kepada anak, nah apa yang kalian ketahui tentang Karakteristik? Karakteristik adalah suatu yang khas dan ciri yang khas dari diri individu. Seperti ciri fisik, watak, sifat, dan tindakan yang dilakukan seseorang.
Apa yang dinamakan Pola Asuh ?
Pola asuh yaitu pola perilaku yang diterapkan orangtua pada anak yang dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh dapat berupa pola interaksi, penerapan aturan, dan sistem reward and punishment. Makna kata Reward yaitu memberi hadiah, memberi pujan, ucapan selamat, ucapan rasa bangga dan lain sebagainya. Arti dari kata Reward itu sendiri adalah suatu yang diberikan kepada seorang anak jika anak menujukkan prilalu yang sesuai dengan norma yang ada Sedangkan makna kata punishment yaitu hukuman fisik , penundaan pemberian reward dan mencabut hak istimewanya dalam rentang waktu tertentu. Arti kata  punishment itu sendiri adalah suatu yang diberikan kepada anak jika seorang anak tersebut melanggar suatu aturan. Seperti hukuman fisik , penundaan pemberian reward dan mencabut hak istimewanya dalam rentang waktu tertentu.
Dalam mengasuh anak seharusnya di dasarkan pada karakter yang anak miliki. Bagi para orangtua, hasrat untuk memberi stimulasi pada anak di usia dini begitu besar. Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena anak di usia 0 hingga 6 tahun sering diistilahkan sebagai periode emas anak.
Salah satu kendala dalam pengasuhan anak yang sering dialami orang tua adalah kekeliruan dalam menerapkan pola asuh anak. Sehingga anak pada pandangan orang tua, seolah hanya membangkang keinginan orang tua.
Beberapa penelitian di bidang neurologi membuktikan, 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan otaknya mulai turun hanya menjadi 30% saja, sedangkan bertambahnya usia sampai 18 tahun iru hanya 20% saja.     
Nah, agar stimulasi yang dilakukan efektif tentunya perlu disesuaikan dengan usia anak. Jika saat ini anak masih di bawah 6 tahun, kenali secara dalam karakteristiknya. Lalu cari stimulasi dan respons yang tepat untuknya agar perkembangan otaknya jadi maksimal.
Apa saja karakteristik khas anak-anak di periode emas?
Berikut karakter anak pada periode emas:
1.      Egosentris : disini anak cenderung melihat dan memahami dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Ia akan sulit berbagi mainan dan makanan dan bisa mengamuk ketika keinginannya tak terpenuhi. Biasanya, untuk menyiasatinya dengan cara mendistraksi dan mengalihkannya ke permainan lain. Misalnya ketika nak berebut bola dengan temannya maka bisa dialihkan dengan permainan lain seperti robot, balok, dan lain sebagainya.
2.      Rasa ingin tahu yang besar : pada usia ini anak selalu ingin tahu apa yang terjadi di sekitarnya. Berbagai benda dipegang, dia bebas ingin berjalan ke mana pun, membongkar pasang segala benda yang ada di sekitarnya. Wajar saja, hal itu bagian dari proses belajarnya. Untuk itu, kita sebagai orang tua harus mampu memfasilitasi dengan manfaatkan semaksimal mungkin benda-benda di rumah sebagai mainannya. Tak masalah selama tak membahayakannya karena itu untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
3.      Makhluk sosial : Sejak dini ajak anak untuk banyak bertemu dengan banyak orang. Mulai dikenalkan dengan saudara, kerabat tetangga dan diajak ke berbagai tempat yang mungkin anak dapat berinteraksi dengan banyak orang. Mereka merupakan makhluk sosial yang perlu berinteraksi untuk membentuk konsep dirinya. Contohnya: Mengajak anak bermain diluar seperti taman bermain, kebun binatang, agar anak  bisa berinteraksi dengan banyak orang.
4.      Unik : peril kita ketahui, setiap anak memiliki bakat, minat dan gaya belajar yang khas. Keunikan ini biasanya berasal dari faktor genetik dan pengaruh lingkungannya. Misalnya, anak memiliki bakat bernyanyi dan gaya belajar anak tersebut harus dengan mendengarkan music. Ada juga yang memiliki bakat melukis, dan gaya belajar anak tersebut cenderung mengiginkan suasana yang sepi.
5.      Imajinasi : Daya imajinasi anak sunggguh luar biasa. Mereka bisa menjadikan apapun sebagai mainannya, bahkan mengarang cerita seru sendiri. Disini orang tua bisa bermain peran, menceritakan dongeng atau membuat berbagai gambar sambil bercerita untuk merangsang imajinasi anak.
Bagaimana pola asuh yang tepat untuk anak priode emas?
       Berikut merupakan beberapa cara mengasuh anak di periode emas yang tepat:
1.    Memberikan kasih sayang dan perhatian
           Menghabiskan waktu bersama keluarga memang menjadi hal yang langka, terutama di tengah masyarakat urban. Seperti pengalaman presenter Donna Agnesia dan suaminya Darius Sinathrya. Tapi sepadat apapun rutinitas pekerjaan, mereka harus tetap meluangkan perhatian penuh terhadap anak-anak mereka. “Salah satu bentuk pemberian kasih sayang dan perhatian bagi anak dapat dibangun dengan cara yang sederhana”. Misalnya, pemberian rewerd atau pujian.
2.      Melakukan simulasi
             Apa yang dimaksud dengan simulasi? Simulai diartikan sebagai  suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya. Agar perkembangan anak di usia emas tak terlewatkan, orangtua dianjurkan sedini mungkin mengajarkan anak untuk mendengar, berbicara, dan bersikap. Bisa dimulai dengan mengajak komunikasi anak sejak dalam kandungan, ini untuk merangsang perkembangan motoric dan otak anak. Mengajarkan bahasa sejak usia dini sangat berpengaruh terhadap tingkah laku anak di masa depan. Dan yang harus hati-hati saat anak berusia 2 tahun mereka sangat suka menirukan apa yang dilihat dan apa yang didengarkan. Jadi, jangan sampai kita memberi contoh yang keliru. Karakter anak sebenarnya mulai terbangun sejak masih dalam kandungan, tergantung suasana saat masa kehamilan. Dan masa keemasan seorang anak sudah mulai dibibit sejak masih dalam kandungan, misalnya dengan pemberian nutrisi anak yang didalam kandungan.
       Nah kira-kira bagaimana persiapan kalian menjadi orang tua? Sudahkah kalian memahami karakter buah hati kalian? Jika belum mari kenali karakter buah hati anda. Karena pada dasarnya karakter yang dimiliki setiap anak berbeda-beda untuk itu kita perlu memahamina supaya anak dapat memaksimalkan tahap tumbuh kembangnya. Demikian artikel ini, semoga bermanfaat…

Sumber rujukan

Read More

Kamis, 16 Mei 2019

Mengenal Jenis Jenis Pola Asuh Orang Tua kepada Anak.


Jenis-jenis Pola Asuh      

            Mendengar kata-kata ”pola asuh”, pasti sudah tak asing terdengar di telinga kalian bukan? Ya. Seperti yang telah dipaparkan dalam artikel sebelumnya, istilah pola asuh sangat berkaitan dengan keluarga dan anak. Dapat kita ketahui bersama bahwa menjadi orang tua bukan perkara yang mudah apalagi pada era saat ini banyak sekali fenomena nikah muda yang tidak menutup kemungkinan bagi pasangan-pasangan muda mendapatkan momongan di usia muda. Tidak dapat dipungkiri bahwa, kehadiran seorang anak menambah tanggungjawab orangtua untuk merawat, mendidik dan mengasuhnya serta menjadikannya anak yang cerdas. Anak merupakan harapan bagi setiap keluarga. Jika kita diposisikan sebagai orang tua, tentunya kita berusaha sebaik mungkin melindungi, mendidik anak kita menjadi anak yang cerdas, berbakti kepada orang tua, memiliki akhlak yang baik supaya nantinya dapat berguna bagi keluarga, masyarakat, agama dan bangsanya.
            Untuk mewujudkan harapan-harapan itu kita sebagai orang tua perlu menerapkan tipe pola asuh yang cocok untuk anak kita. Nah, sebelumnya perlu bagi para orang tua untuk lebih mengenal bagamana sih karakter anak kita?, bagaimana sih sifat anak kita? karena setiap anak memiliki sifat pembawaan sendiri-sendiri bisa dipengaruhi oleh faktor genetiknya. Meskipun begitu, karakter anak dapat dilatih dan di didik melalui pola asuh yang tepat. Dengan menerapkan pola asuh, orang tua dapat berinteraksi, membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan menjadikan anak sukses menjalani kehidupan ini.
Untuk mendapatkan pemahaman mengenai jenis-jenis atau tipe-tipe pola asuh, mari kita cermati penjelasannya berikut ini,
1.      Pola Asuh Overprotectiveness
            Apa itu pola asuh Overprotectiveness? Melihat dari segi bahasanya saja mungkin kita bisa menebak arti dari pola asuh ini. Istilah over biasa kita artikan “berlebihan” sedangkan protective adalah “perlindungan” jadi bisa kita artikan bahwa pola asuh overprotectiveness adalah pola asuh yang mana orangtua memberikan perlindungan yang berlebihan kepada anaknya.  Pola asuh ini ditandai dengan sikap orang tua yang cenderung berlebihan dalam melindungi anaknya. Pada pola asuh ini orang tua berperan dalam segala aktivitas anak seperti menemani tidur, memandikananak, memakaikan pakaian anak, menyuapi makan anak, padahal dalam jika kita perhatikan sesuai dengan tugas perkembangan anak seharusnya sudah mampu sendiri untuk melakukan hal-hal tersebut secara mandiri.
            Tentunya penerapan pola asuh yang seperti ini  memiliki dampak tersendiri pada anak. Salah satu dampak dari pola asuh ini adalah anak akan terlalu tergantung dengan orang tuanya. Dimasa dewasanya ia akan selalu mencari perhatian orang lain.

2.      Pola Asuh Permissiveness
            Yang selanjutnya adalah pola asuh Permissiveness, apa itu Permissiveness? Istilah kata “Permissive” biasa diartikan sebagai “memberikan izin, suka mebolehkan”.  Dalam pola asuh ini orang tua cenderung membolehkan anak melakukan berbagai hal tanpa adanya kontrol dari orang tua. Orang tua membebaskan segala aktifitas yang dilakukan anak tanpa mengekang anak. Contohnya seperti ketika anak mau bermain, orang tua memberikan kebebasan kepada anak kemanapun dan dimanapun anak bermain. Meskipun pada akhirnya anak merasa senang, hal itu juga memberikan pengaruh  terhadap tingkah laku anak.
            Salah satu dampak yang muncul dari pola asuh ini adalah ketika orang tua membatasi aktivitas anak maka anak akan cenderung untuk melawan orang tuanya karena sebelumnya ia di bebaskan dalam melakukan segala hal apapun.
3.      Pola Asuh Rejection
            Selanjutnya adalah pola asuh rejection. Istilah kata “rejection”  dapat diartikan sebagai “penolakan” yang artinya pada pola asuh ini ditandai dengan sikap orang tua yang cenderung acuh tak acuh atau tidak peduli terhadap kesejahteraan anak. Pola asuh ini sering di sebut dengan sikap penolakan terhadap anak. Hal itu mungkin disebabkan karena kehadiran anak tidak diharapkan oleh keluarga ataupun pasangan suami istri tersebut yang dilatarbelakangi oleh pernikahan yang tidak diinginkan atau tidak bahagia. Alasan lain dari penolakan terhadap anak ini bisa jadi karena kehadiran anak tidak seperti harapan orang tua. Seperti halnya jika awalnya mereka menginginkan anak laki-laki tetapi ternyata lahir anak perempuan ataupun kehadiran anak belum diinginkan oleh pasangan.
            Disini dapa kita ketahui ada beberapa dampak yang muncul akibat penerapan opola asuh yang seperti itu diantaranya adalah anak akan cenderung agresif (gelisah, tidak patuh, suka bertengkar, prestasi belajar rendah, pemalu, mengasingkan doiri, penakut, dll)

4.      Pola asuh Acceptance
            Apa itu pola asuh acceptance itu? Istilah kata “acceptance” kita kenal dengan “penerimaan atau sikap menerima”. Sikap pada pola asuh ini ditandai dengan adanya penerimaan orang tua terhadap anak yang ditunjukan dengan sikap yang mendukung minat dan cita-cita anak untuk mampu mencapainya dengan baik. Sikap orang tua yang menghormati anaknya dan menghargai perasaan anaknya, merasa tidak terbebani dengan kehadiran anak bagaimanapun keadaan anaknya. Pada pola asuh ini orang tua memberikan kebebasan anak untuk berkreasi serta membangun komunikasi yang baik dan selalu terbuka kepada anak selama tidak menyalahi aturan yang ada. Perlu kita ketahui bersama, pola asuh yang seperti ini adalah pola asuh yang baik. Anak akan merasa sangat dihargai dan bermakna.
             Dampak yang muncul pada penerapan pola asuh yang seperti ini adalah anak akan memiliki jiwa sosial yang tinggi, koperatif, rama, setia, emosional stabil, ceria, tanggungjawab, peduli, jujur, dapat dipercaya dan memiliki perencanaan yang baik.


5.      Pola asuh Domination
            Seperti yang sering kita temui, istilah “domination” bermakna “menguasi” dalam hal ini orang tua mendominasi ataupun menguasai segala kegiatan dan aktivitas dalam keluarga, anak dituntut untuk tunduk terhadap orang tua, dalam hal ini orang tua mengatur segala kegiatan anak dan anak tidak di berikan kebebasan untuk memilih hal ia suka. Terkadang sikap orang tua yang seperti ini membuat anak-anak tertekan. Bukankan begitu, kita pernah menjadi anak-anak dan melalui masa kanak-kanak. Hal hal yang bersifat seperti ini pasti membuat kita jengkel. Begitu juga dengan anak-anak yang lain. Mereka tidak diberikan peran dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. Tanpa mereka sadari hak mereka tidak terpenuhi.
            Dampak dari sikap orang tua dalam pola asuh ini adalah anak akan mampu bersikap sopan, jujur dan hati-hati namun meski begitu anak juga akan cenderung menjadi sosok yang pemalu, patuh, sadar diri, tuinduk dan senditif, merasa tidak mampu, inferior, bingung dan terhambat.
6.      Pola Submission to Child
           
Yang terakhir adalah pola asuh Submission to Child. Kira-kira apa yang dimaksud dengan pola asuh Submission to Child ini? Istilah kata ”submission” itu sendiri diartikan sebagai “pengajuan”. Pada pola asuh ini orang tua yang tunduk dengan anaknya. Segala sesuatu diajukan kepada anaknya untuk membuat keputusan. Dalam hal ini orang tua cenderung takut dengan anak, membiarkan anak untuk mendominasi rumah dan keluarga.
            Perlu kita ketahui dampak dari pola asuh ini adalah anak akan cenderung tidak taat, dan tidak bertanggungjawab. Anak akan seenaknya sendiri, menentang orang tua, agresif, keras kepala , antagonis dan ceroboh.
Selain enam model pola asuh diatas, berikut ini ada 4 model pola asuh yang di ungkapkan oleh Baumrind. Mari kita perhatikan bersama, apa saja empat pola asuh tersebut.
1.      Pola Asuh Otoriter (parent oriented)
Kira-kira apa ya yang dimaksud pola asuh otoriter? Ada yang tahu? Ya, otoriter sendiri memilki arti “memaksa” artinya orang tua cenderung memaksakan kehendaknya kepada anak. Perlu kita ketahui, ciri pola asuh ini  menekankan pada segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.
2.      Pola Asuh Permisif
     Seperti halnya pola asuh permissiveness yang telah dibahas di atas pola asuh permisif ini memiliki makna yang sama. Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak.
3.      Pola Asuh demokratis
Pola asuh demokratis ini salah satu pola asuh yang sangat baik. Segala keputusan dibuat bersama-sama dengan mengajak anak berdiskusi. Perlu kita ketahui ya, pada pola asuh ini kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Disini  anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

4.      Pola Asuh Situasional
            Yang terakhir adalah pola asuh sitiasional. Pola asuh ini dikenal degan pola asuh yang lebih santai. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.
            Dari beberapa pola asuh diatas, penerapan tipe pola asuh yang digunakan oleh orang tua harusnya disesuaikan dengan karakter anak supaya lebih efektif. Baiklah.. semoga uraian penjelasan dari pola asuh dapat bermanfaat bagi kita semua. Harapannya, orang tua lebih bijaksana dalam mendidik anak dengan menerapkan tipe pola asuh yang cocok.
 “Pahamilah karakter anak anda, pilihlah gaya pola asuh yang sesuai dengan diri anda dan anak anda karena bagimanapun kata pepatah, sebaik-baiknya kita menanam maka kita akan tuai kebaikan pula”



Sumber: Isni Agustiawati,2014, Pengaruh pola asuh orangtua terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Akuntansi kelas XI IPS di SMA Negeri 26 Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu



Read More

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Blogroll

About